Thursday, December 23, 2010

Edelweiss





Sunyi berdenting di telinga, menggetarkan harmoni malam bersama kebekuannya yang pasti. Aku disini, menunggu bintang menjemputmu dan mengantarkannya padaku, malam ini. Hujan turun, kabut di sudut jalan urung menipis. Rintik embun yang menempias tak kuurai menjadi debu, kuusap perlahan agar kenangan tak berjatuhan. Tanya ini masih ada, namun entah siapa..

kuayunkan detak jantung, menembus nyawa, membelah langit. Kusingkirkan awan-awan, kelabu meranggas. Pelangi hitam di ujung zaman kian memudar, senyum getir ini masih belum bertuan. Sedetik lagi waktu melesat, maut semakin jelas terlihat. kapan?

Kembali kuhadiahkan sebentuk asa pada hening malam. Kubuka tirai hatiku selebar angan, lalu kusemai benih kasih yang telah mati oleh gelisah. Kembalilah, itu pintaku yang entah untuk apa, atau untuk siapa. Kutimpakan balut rindu ini pada kesepian, di sudut temaram aku semakin sendirian..

Kemudian engkau datang dengan setangkai bunga keabadian. Kau tanam dalam relung kepastian, kemudian membiarkannya menciumi damai yang berguguran. Engkau hadir, sejenak saja, namun itu telah cukup. Untuk membuatku tersenyum, membebaskan cinta yang terpasung, dan kembali ke peraduan.

Post a Comment

Whatsapp Button works on Mobile Device only

Start typing and press Enter to search